Friday 1 February 2013

The Railway Children

The Railway Children: Anak-Anak Kereta Api
Penulis: Edith Nesbit
Alih Bahasa: Widya Kirana
Desain dan Ilustrasi Sampul : Satya Utama Jadi
Penerbit: Gramedia
Tahun Terbit: Juni 2010 (cet. ke-2)
Juml Hal: 312 hal.

Tadinya mereka bukan anak-anak kereta api.
Begitulah cerita ini dimulai. Mereka adalah anak-anak biasa yang tinggal di pinggiran kota bersama Ayah dan Ibu, dan segala macam perlengkapan modern. Perubahan itu datangnya sangat tiba-tiba. Peter sedang berulang tahun yang ke-10. Hadiah paling menarik yang diterimanya adalah si Lokomotif. Saat sedang memainkannya dengan Phyliss, adik perempuannya, si Lokomotif meledak. Tak ada yang bisa memperbaiki, kecuali Ayah.Roberta, kakak perempuan mereka pun tak bisa berbuat apa-apa.

Untunglah Ayah pulang, tapi Peter tahu sopan santun, sehingga menunggu Ayah selesai makan malam dan menikmati cerutu-habis-makannya. Saat itulah dua orang pria ingin bertemu Ayah. Sejak saat itu, Ayah pergi hingga keesokan harinya. Mereka terus menunggu, tapi keesokan harinya, dan hari berikutnya, dan setelah itu, Ayah tak juga muncul. Tak ada yang tahu dan tak ada yang mau memberitahu.

Tiba-tiba mereka harus pindah ke sebuah pedesaan, meninggalkan rumah mereka yang nyaman. Sejak itulah kisah seru ketiga anak itu dimulai bersama 'kereta api'.
Mereka harus tinggal di sebuah rumah tua yang dingin dan lembah dan gelap dan tikus. Hari berikutnya niat 'baik' Peter untuk membantu ibunya mendapatkan batubara ternyata tak sebaik akibatnya. Kisah-kisah seru mereka alami. Kisah paling berkesan adalah ketika usaha mereka melambaikan selembar kain setiap hari, setipa kereta api lewat mendapat sambutan dari seorang pria tua, salah satu penumpang kereta.

Edith Nesbit menceritakan mereka sebagaimana adanya seorang anak-anak. Kadang patuh kepada Ibu mereka yang 'sempurna', kadang menimbulkan masalah dan berkelahi sebagaimana layaknya kakak beradik. Kisah mereka manis dan mengharukan.
Setting pedesaan (Yorkshire) dengan padang rumput dan kebun dan bukit khas novel klasik seperti Secret Garden, Heidi, Pollyana, juga the Story Girl.   

Rahasia tentang Ayah tersimpan hingga akhir cerita. Edith Nesbit mengakhiri ceritanya dengan sangat manis dan menggemaskan. Gaya penuturan yang ditujukan langsung kepada pembaca membuat saya menutup buku dengan senyuman yang baru memudar setelah beberapa menit.
"Kurasa sebaiknya kita tidak membuka pintu itu dan mengikutinya ke dalam. Kurasa, saat ini, kehadiran kita di sana hanya akan mengganggu. Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah mundur perlahan-lahan, lalu pergi diam-diam ...."

Banyak puisi yang dibuat oleh Ibu untuk ketiga anaknya. Salah satunya puisi yang dibuat ketika Roberta (Bobbie) ultah yang ke-4 dan saya sangat suka. Tak hanya indah tapi ada unsur belajar berhitung di dalamnya :
Ayah sayang, umurku baru empat,
Dan aku tak mau jadi tua
Paling asyik umur empat,
Dua tambah dua atau satu tambah tiga

Aku pilih dua tambah dua
Ibu, Peter, Phil, dan Ayah
Yang Ayah cintai satu dan tiga,
Ibu, Peter, Phil, dan Roberta

Beri aku cium manis
Karena aku pandai membuat puisi.

Kisah-kisah ketiga kakak beradik ini penuh dengan keberanian, tekad, kasih sayang, dan kepedulian dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga buku ini cocok untuk pembaca mulai usia 10 tahun.

sumber foto: dokumen pribadi
Kisah lain:
Saya membaca novel ini ketika dalam perjalanan ke Jakarta dengan kereta api bersama suami dan kedua anak saya. Setengah sengaja memilih buku ini untuk menemani perjalanan dan mengambil fotonya di dalam kereta.


Posting ini saya ikutsertakan dalam Reading Challenge Fun Year Event with Children Literature bulan Januari (FMs-1) dengan tema CLASSIC yang diselenggarakan oleh Bacaan B Zee.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak.
.