Tuesday 18 February 2014

The Tale of Despereaux

Cerita tentang 
seekor tikus, seorang putri, 
sedikit sup, dan 
segulung benang
Pemenang Newberry Book 2004
Ditulis oleh Kate DiCamillo
Ilustrasi oleh Timothy Basil Ering
Alih bahasa oleh Diniarty Panda
Diterbitkan oleh Gramedia 2005


Buku Pertama
LAHIRNYA SI TIKUS
Dalam bagian ini kita akan membaca kisah lahirnya si Despereaux di sebuah 'rumah' di balik dinding-dinding kastil, dari seorang seekor tikus bernama Antoinette yang lebih mengingat 'tas dandanannya" daripada putra kecil yang baru dilahirkannya. Tikus kecil satu-satunya yang hidup di antara saudaranya yang lahir, yang mengecewakan, yang lahir dari ibu tikus Prancis yang datang ke kastil ini dengan bersembunyi di tas seorang diplomat. Despereaux, begitulah Antoinette menamakan anaknya, sebagai lambang atas berbagai kesedihan dan kemalangan di balik kastil itu.
Dan dimulailah kisah Depereaux Tilling yang bertubuh sangat kecil, dengan telinga yang sangat besar. Dia bukan hanya dapat bertahan hidup dengan tubuh sangat kecilnya, Despereaux bahkan menjadi tikus yang mabuk asmara terhadap Putri Pea, putri Raja Phillip dari Kerajaan Dor. Tikus kecil yang aneh, yang lebih suka membaca daripada mengerikiti kertasnya seperti saudara-saudaranya.

Buku Kedua
CHIAROSCURO
Jika Despereaux adalah tikus kastil yang punya derajat 'mulia' yang menyukai cahaya maka Roscuro adalah tikus got yang tinggal di ruang bawah tanah, yang tak peduli apakah ada cahaya atau gelap. Karena itulah ia diberi nama chiaroscuro. Tapi sejak dia menemukan tali panjang dan mengerikitinya, sehingga Gregory, pemilik tali, itu marah dan menyalakan api tepat di depan mata Roscuro, tiba-tiba saja Roscuro memiliki ketertarikan sangat pada segala yang ber'cahaya'. Cahaya adalah arti kehidupan, begitu pendapat Roscuro.
Dan sejak ia mencintai cahaya, sejak itu pula hidup Roscuro menderita. Tepat seperti perkataan sahabatnya, tikus tua Boticelli Remorso, bahwa arti kehidupan adalah kesedihan, penderitaan, dan kegelapan.

Buku Ketiga
Buset! 
Kisah Miggery Sow
Segenggam rokok, selembar taplak meja merah, dan seekor ayam betina, adalah penyebab Miggery Sow (Mig) akhirnya memiliki telinga serupa kembang kol yang menghiasi kedua telinganya. Ditinggal oleh mamanya untuk selamanya, akhirnya Mig yang kebingungan makin bingung ketika papanya pergi dengan segenggam rokok, selembar taplak meja merah yang melilit lehernya, dan seekor ayam betina terkepit di ketiaknya. Pergi meninggalkan Mig pada seorang Paman yang tak hanya mengubah telinganya menjadi kembang kol tapi sekaligus membuat Mig tak bisa mendengar jelas, sehingga Mig terbiasa berteriak jika bicara. Dan setelah melongo saat melihat rombongan istana dengan kereta kuda yang indah dan penumpang yang tak kalah indah, dimulailah petualangan Mig dan satu harapannya yang sangat mustahil terjadi. Buset!

Buku Keempat
Dalam Cahaya Lagi
Di bagian ini, kita akan menemukan semua tokoh dari ketiga cerita di atas saling bertemu, saling berinteraksi. Konflik memuncak di bagian ini. Konflik antara tikus dan manusia dan sup. Di bagian ini kita lebih banyak diajak melihat cahaya dan istana dan dapur yang beraroma lezat.  

Menyesal saya baru membaca kisah si tikus yang dimabuk asmara ini sekarang. Buku ini sudah berdebu saat akhirnya saya ikut TBRR Pile dan Baca Bareng BBI bulan Januari. Tapi, berhubung saya tidak mereview tepat waktu, jadilah saya ikutkan TBRR Pile saja.

Tertarik membeli karena ada tulisan Pemenang Newberry Book di sudut bawah, karena covernya yang berupa ilustrasi seekor tikus dengan benang merah melilit tubuhnya dan sebatang jarum terseret di samping tubuhnya, tentu saja tidak akan membuat tangan saya terulur untuk mengambilnya. Tikus, binatang menjijikkan bagi saya.

Tapi, Kate DiCamillo berhasil menyingkirkan rasa jijik itu melalui Despereaux selama membaca kisahnya. Yang ada justru takjub, penasaran, gemas, juga terharu. Bahkan saat Despereaux mencicipi sup dari koki dapur rasa jijik saya menjelma jadi kelegaan dan rasa hangat yang menguar dari kuah sup itu.
Kisah ini unik, dengan narasi yang cantik dan hangat karena penulis sering menyapa pambacanya (anak-anak) dengan kalimat-kalimat seperti:
                 Anak-anak, kau harus tahu bahwa takdir yang seru .... 
                Anak-anak aku harus melaporkan bahwa yang dilihat Furlough belumlah seberapa. 
Dan sapaan-sapaan langsung sepanjang cerita hingga penutupnya.

Saya benar-benar  iri karena Kate DiCamillo bisa bercerita tentang tikus sebagus ini. Melalui tokoh-tokoh di sini, kita akan belajar memahami alasan di balik perbuatan mereka masing-masing. Bahkan untuk tokoh antagonis (kalau bisa disebut demikian) seperti Roscuro dan Mig pun kita akan dibawa pada rasa simpati dan memahami perbuatan mereka, bahkan saya bisa memahami mengapa Mig punya impian yang menggelikan semua orang.

Pembagian buku ini menjadi 3 bagian, yang masing-masing menceritakan satu tokoh, membuat karakter tokoh menjadi kuat. Saya menyukai gaya penulisan ini. Fungsi lain dari pembagian ini ternyata dapat menimbulkan efek misteri, sehingga kita (saya) penasaran sekaligus kaget dan lega ketika menemukan korelasi kisah kain merah di penjara bawah tanah dan Mig.
 
Di bab lima puluh dua, satu bab sebelum penutupnya yang pendek, yang berjudul 'bahagia selamanya' saya dibuat kagum dengan cara Kate mengakhiri cerita bagi semua tokohnya. Bahagia selamanya, yang dibuat oleh penulis bukan bahagia ala Cinderella. Awalnya saya sempat deg-deg-an mengikuti kisah Despereaux dan cintanya pada Putri Pea. Bagaimana seekor tikus berpasangan dengan putri manusia? Tapi, bagaimana kalau si tikus patah hati karena perbedaan mereka, melihat apa yang telah ia lakukan demi Putri Pea. Dan ending di buku ini membuat saya termangu setelah menutup halaman terakhirnya. Penulis bisa membuat saya lega, dengan akhir setiap tokohnya, meski tidak harus seperti harapan mereka semula. Dan akhirnya saya dapat mengembuskan napas dengan lega.

Seperti yang dikatakan oleh Kate DiCamillo di web-nya, jika dia menyukai storytelling maka bagian penutup itu telah membuktikannya. Dan saya seperti mendengar seorang bunda yang mengakhiri kisahnya di samping putrinya yang menatapnya dengan mata bulat lebar, karena enggan berhenti mendengar suara merdunya.


Tentang Miggery Sow
Rupanya Mig menjadi tokoh yang paling disukai Syakira (anak saya). Saat itu, saya coba membacakan kepadanya dan dia dengan antusias mendengarkan. Bahkan kakaknya yang sedang belajar, ikut mendengarkan dan menuntut saya untuk menceritakan lagi nanti.  Deskripsi tentang Mig dengan telinga kembang kolnya dan kata 'buset" yang menjadi ciri khas Mig membuat Syakira terbahak-bahak. Bahkan Syakira (anak saya) meminta buku itu untuk dia baca sendiri.
Hah, tiba-tiba saya ingin sekali bisa menulis kisah semenarik cara Kate DiCamillo berkisah.

Kalimat-Kalimat yang Menarik

Sepanjang bukunya, kita akan menemukan banyak kalimat dan ungkapan yang menarik.Beberapa yang saya tulis di bawah ini.

Kalau jadi raja, kau boleh membuat peraturan konyol sebanyak yang kau mau. Itulah enaknya menjadi raja. (Ini tentang Raja Phillip yang memerintahkan agar semua tikus got dibunuh, dan larangannya memasak sup di seluruh kerajaan)

Cinta, seperti yang telah kita bicarakan di depan adalah sesuatu yang kuat, indah, konyol, mampu memindahkan gunung. Dan gulungan benang.

Cerita seperti cahaya.





Typo
Sebenarnya tidak terlalu mengganggu, tapi untuk penerbit Gramedia saya agak takjub jika ada typo
hal 143: taplak meja meja itu lagi  (harusnya kata 'meja' hanya satu)
hal 247: ... omonganmu yang ga-ga-gagap (gagap-gagap)
hal 267: "Bunuh aku," kata Roscuro. Ia jatuh berlutut di depan Roscuro (harusnya di depan Despereaux)

FILM

Ternyata sudah ada film animasinya *telat*. Sayangnya saya baru melihat trailernya dan langsung merasa tidak cocok dengan cerita di dalam bukunya. Misalnya Putri Pea, yang dalam bayangan saya masih imut dan dan berpipi gembul dan lembut dan ramah, di animasinya malah tampak dewasa dan jutek.
Begitu pula dengan Mig yang khas dengan telinga kembang kolnya, di film telinganya biasa-biasa saja.

Saat melihat Behind the Scene filmnya ternyata pengisi suara Putri Pea adalah Emma Watson, sedangkan Despereaux diisi oleh Matthew Broderick.
Selama ini saya melihat dubber biasanya hanya duduk atau berdiri di balik peralatannya (alat rekam) tapi saat melihat proses pengisian suara (istilanya apa sih? ) saya mendapat pengalaman baru. Saya baru tahu kalau para pengisi suara ternyata berakting sama dengan kisahnya. Jika harus melempar, dia melempar beneran dan blug! mengenai lawan mainnya :D
Begitu juga dengan gebrakan di meja, pukulan, lemparan alat-alat dapur, semua dilakukan oleh para pengisi suara. Dan suara yang dihasilkan memang menjadi sangat ekspresif. Ow... saya kagum dengan totalitas mereka, hanya untuk sebuah kisah seorang Despereaux, tikus kecil yang jatuh cinta pada Putri Pea :D

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak.
.